Berbeda paham dan berseberangan pandangan mengarah kepada
perselisihan dan perselisihan mengarah kepada kemarahan dan kemarahan
adalah api, dan air adalah pemadam api, bila air adalah pemadam api maka
mengalah adalah pemadam kemarahan tersebut.
Mengalah di samping menghentikan perselisihan, ia juga memulihkan
hubungan sehingga ia tetap terjaga dengan baik. Hubungan yang selalu
baik inilah yang diharapkan oleh setiap suami istri dan diinginkan oleh
agama. Oleh karena itu mengalah dan memaafkan sangat dianjurkan.
Sebagai contoh, dalam konteks perceraian di mana mahar dibagi
setengah-setengah antara suami istri, terdapat anjuran mengalah kepada
masing-masing dengan membiarkan setengah mahar yang menjadi hak untuk
pasangannya.
Firman Allah, “Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu
bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan
maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan
itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang
yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada
takwa.” (Al-Baqarah: 237).
Ayat lain mempersilakan suami istri melakukan kesepakatan damai
dengan mengalah dan tidak menuntut sebagian haknya demi kelanggengan dan
kebaikan rumah tangga.
Firman Allah Ta’ala, “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz
atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya
mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih
baik (bagi mereka).”(An-Nisa`: 128).
Mengalah demi kelangsungan rumah tangga dicontohkan oleh Ummul
Mukminin Saudah binti Zam’ah dengan memberikan hak bermalam Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Aisyah dengan izin Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, baginya tidak ada kehormatan yang lebih
tinggi bagi seorang wanita di atas posisi sebagai istri seorang Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam, lebih-lebih Nabi terbaik.
Terkadang perselisihan di antara suami istri terjadi karena
perkara-perkara yang jika diteliti maka hasilnya sulit untuk dikatakan
suami benar seratus persen atau istri benar seratus persen, ternyata
suami dalam batas-batas tertentu juga salah, istri pun juga demikian.
Kalau pihak yang salah harus meminta maaf maka dalam kasus seperti
ini siapa gerangan yang meminta maaf? Bagaimanapun yang memulai meminta
maaf, dialah yang lebih baik sebagaimana jika dua muslim bertemu, yang
lebih baik adalah yang mendahului mengucapkan salam. Akan tetapi harus
diingat, mengalah dan memaafkan adalah demi kebaikan. Jika sebaliknya
maka tidak perlu, silakan cari jalan yang lain.
Mengakui
Mengakui sisi baik dan positif yang dipunyai oleh pasangan, anggaplah
perselisihan yang terjadi adalah karena kekurangan pasangan, akan
tetapi bukankah dia juga memiliki kebaikan-kebaikan yang lebih besar dan
lebih banyak? Biasa, kalau dalam kondisi marah yang terlihat di depan
mata adalah keburukan.
Imam asy-Syafi’i berkata,
عَيْنُ الرِضَا عَنْ كُلِّ عَيْبٍ كَلِيْلَة
كَمَا أَنّ عَيْنَ السُخْطِ تُبْدِى المَسَاوِيَ
Mata kerelaan buta terhadap segala aib
sebagaimana mata kebencian membuka keburukan
Dalam konteks perceraian yang biasanya terjadi dalam kondisi benci,
ayat al-Qur`an memerintahkan untuk tidak melupakan keutamaan di antara
pasangan, firman Allah, “Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu
kerjakan.” (Al-Baqarah: 237).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dari Abu Hurairah,
لاَيَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ.
“Hendaknya seorang mukmin tidak membenci seorang mukminah jika dia
tidak menyukai satu perangainya niscaya dia menyukai yang lain.” (HR.
Muslim).
Tidak ada manusia tanpa kesalahan dan kekeliruan termasuk Anda. Jika
itu yang ada dalam pikiran Anda, bukankah hal yang sama juga ada dalam
pikiran pasangan Anda? Kalau begitu kapan Anda dengan pasangan
berbaikan?
Bacalah ucapan penyair ini.
مَنْ ذَا الَذِى تُرْضَى سَجَايَاه كُلُّهَا
كَفَى بِالمَرْءِ نُبْلاً أَنْ تُعَدَّ مَعَايِبُهُ
Siapa gerangan yang seluruh sifatnya diterima
cukuplah seseorang itu dianggap baik jika aib-aibnya terhitung
Jumat, 15 April 2016
Mengalah dan Mengakui
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Write komentar