Obrolan ringan yang dipimpin Hidayatullah, teman sesama wong kito,
dan Irfan Hariyanto, orang Jambi yang merantau ke Jawa tersebut
memberikan saya sedikit inspirasi untuk membuat artikel ini. Namun saya
tidak akan memaparkan perdebatan panjang yang dibahas ulama fiqih
seperti apakah lutut laki-laki adalah aurat, dan permasalahan polemik
lainnya. Saya hanya akan sedikit menyinggung pelanggaran-pelanggaran
syar’i yang banyak terjadi dalam sebuah pertandingan sepak bola dengan permisalan-permisalan berupa dialog antar wasit dan selainnya.
***
Jika ustadz jadi wasit, maka sebelum pertandingan, sang
ustadz memberikan kultum (kuliah terserah antum, bukan kuliah tujuh
menit) di hadapan para pemain dan para suporter kedua kesebelasan,
Wasit : “Saudara, semoga Allah senantiasa menjaga
kalian. Izinkan sejenak saya sebagai wasit memberikan sedikit wejangan
kepada kalian. Dekatkanlah selalu diri kalian kepada Allah Yang Maha
Tinggi. Jagalah lisan kalian dari saling mencela, suporter mencela
suporter, suporter mencela pemain, pemain mencela pemain, pemain mencela
wasit. Karena siapa yang mampu menjaga lisannya, maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjamin surga baginya. Subhanallah!
Bukankah surga adalah cita-cita kita bersama?”
*Para pemain dan para penonton mengangguk takzim.
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika seseorang hendak menyogoknya,
Wasit : “Bertakwalah engkau, wahai hamba Allah! Tidakkah engkau tahu bahwa Rasulullah melaknat orang yang menyuap dan disuap?!”
Fulan : “Bukankah ini suatu perbuatan tolong menolong?”
Wasit : “Dengarkan! Allah Ta’ala telah
berfirman yang artinya, “Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan
takwa, dan jangan tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran.
Bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” [QS. Al-Maidah: 2]
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika seorang pemain marah-marah karena gagal mencetak gol,
Wasit : “Janganlah engkau marah karena marah
adalah batu berapi yang dilemparkan setan ke dalam hati manusia. Orang
yang kuat bukanlah dia yang mampu mengalahkan musuh. Namun orang yang
kuat adalah dia yang mampu menahan marah ketika dia bisa
melampiaskannya. Jika engkau marah, maka berta’awwudz-lah (mengucapkan: ‘Audzubillahi minasy syaithanir rajiim). Dan jika suatu hal yang tidak engkau sukai menimpamu, maka katakanlah, “Qoddarullahu wama sya-a fa-’al (artinya: Allah sudah mentakdirkan segala sesuatu dan Dia berbuat menurut apa yang Dia kehendaki).”
Pemain : “A’udzubillahi minasy syaithanir rajiim (artinya: Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk).Terima kasih, wasit. Sekarang hatiku lebih tenang dan siap untuk mencetak gol!”
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika seorang pemain hendak minum,
Wasit : “Sebutlah nama Allah untuk meminta
keberkahan kepada-Nya. Minumlah dengan tangan kanan karena setan minum
dengan tangan kiri. Janganlah boros, karena orang yang boros adalah
saudara setan. Hendaklah kamu minum dalam keadaan duduk dan pujilah
Allah atas nikmat yang telah Dia berikan untukmu.”
Pemain : “Bismillah. Gluk..gluk.. Alhamdulillah. Thanks, sit. Sekarang dahaga gue udah hilang.Gue akan bermain lebih semangat lagi.”
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika dua orang pemain bersitegang dan terlibat adu mulut,
Wasit : “Tenang, tenang.
Janganlah berkelahi. Bukankah mukmin itu bersaudara? Sudah selayaknya
bagi seorang muslim jika melakukan suatu kesalahan kepada saudaranya
untuk meminta maaf. Dan hendaknya seorang muslim memaafkan kesalahan
saudaranya.”
Pemain A : “Maafkan saya, kawan. Saya tadi tidak sengaja menyikutmu.”
Pemain B : “Ia, maafkan saya juga. Saya terbawa emosi sehingga saya menghardikmu.”
*Bejabat tangan lalu berpelukan
Wasit : “Indah, bukan? Jika suatu ikatan dilandasi syari’at Islam yang begitu mulia.”
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika seorang pemain ketahuan melakukan diving dengan sengaja,
Wasit : “Saudara, janganlah Anda berpura-pura
terjatuh untuk mendapatkan keuntungan bagi tim Anda dan merugikan tim
lawan. Hal itu tidak lain adalah dusta dan itu tercela. Bermainlah
secara sportif, karena itu lebih dekat kepada takwa. Kejujuran adalah
jalan menuju surga sedangkan dusta adalah jalan menuju neraka.”
Pemain : “Maafkan saya, sit. Saya berjanji tidak akan mengulanginya kembali.”
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika pertandingan telah usai,
Priiit, priiit, priiit
*Peluit tanda pertandingan telah berakhir terdengar
Wasit : “Terima kasih kepada kedua tim yang
telah menunjukkan performa terbaik sebagai seorang muslim dalam
permainannya hari ini. Semoga dengan olahraga ini, fisik kita semua
semakin bugar. Sehingga kita semakin kuat menjalankan perintah-perintah
Allah. Kepada tim yang kalah, diharapkan pekan depan menyetor 5 buah
hapalan hadis dari kitab Bulughul Maram karya Al-Hafizh Ibnu Hajar. Dan
agar dosa dan kesalahan yang terjadi di dalam pertemuan kita kali ini
dihapuskan oleh Allah, maka hendaknya kita membaca doa Kaffaratul
Majlis: Subhaanakallaahumma Wabihamdika Asyhadu allaa Ilaaha illa Anta
Astaghfiruka wa Atuubu Ilaika.”
Jumat, 15 April 2016
Jika Ustadz Jadi Wasit
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Write komentar