Di dalam ayat yang lain, artinya,
¡§Barangsiapa menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah.¡¨ (QS. an-Nisa¡¦ :80)
Dan juga firman-Nya, artinya:
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi , dan janganlah
kamu berkata kepadanya dengan suara keras, sebagaimana kerasnya
sebagian kamu terhadap yang lain, supaya tidak gugur (pahala) amalanmu
sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS. al-Hujurat : 2)
Al-Imam Ibnul Qayyim berkata mengomentari ayat ini, ¡§Maka Allah
Subhannahu wa Ta’ala memperingatkan kaum mukminin tentang gugurnya
amalan mereka karena mengeraskan suara kepada Rasulullah Shalallaahu
alaihi wasalam sebagaimana mereka mengeraskan suara kepada temannya. Hal
ini tidak menunjukkan kemurtadan, akan tetapi merupakan kemaksiatan
yang dapat menggugurkan amalan, sedangkan pelakunya tidak merasakan.
Maka bagaimana lagi terhadap orang yang mengesampingkan perkataan Rasul
Shalallaahu alaihi wasalam, petunjuk serta jalanya, lalu mengutamakan
perkataan, petunjuk dan jalan selain beliau? Bukankah hal ini sungguh
telah menggugurkan amalannya, sedang mereka tidak merasakan?
Diriwayatkan dari al-Irbadh bin Saariyah dia berkata, ¡§Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam telah memberikan nasehat kepada kami dengan
suatu nasehat yang membuat hati menjadi tergetar dan air mata pun
bercucuran. Maka kami berkata, ¡§Wahai Rasulullah, seakan-akan nasehat
itu adalah nasehat orang yang akan berpisah, oleh karena itu berilah
nasehat kepada kami. Beliau berkata,
¡§Aku nasehatkan kepada kalian
untuk bertakwa kepada Allah dan mendengar serta taat, walaupun yang
memerintahkan kalian adalah seorang budak, maka barangsiapa yang hidup
di antara kalian, maka dia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh
karena itu wajib atas kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para
Khulafa¡¦-ur Rasyidiin yang mendapat petunjuk setelahku, gigitlah
(pegang teguhlah) oleh kalian sunnah itu dengan gigi geraham. Dan
berhati-hatilah kalian dari setiap hal yang baru, karena sesungguhnya
setiap hal yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat, dan
setiap yang sesat di dalam neraka.¡¨
Berkata Abu Bakar Ash Shidiq, “Tidaklah pernah aku meninggalkan
perbuatan yang Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam telah melakukannya,
melainkan aku selalu melakukannya. Dan sesungguhnya aku takut jika aku
meninggalkan sesuatu dari perintahnya, maka aku akan menyimpang
(tersesat).
Ibnu Bathoh mengomentari hal ini dengan perkataannya, “Wahai
saudaraku! Ini ash-Shidiqul akbar, beliau merasa takut terhadap dirinya
dari penyimpangan jika beliau menyelisihi sesuatu dari perintah Nabinya.
Maka bagaimana pula terhadap suatu zaman yang masyarakatnya telah
menjadi orang-orang yang memperolok-olok Nabi mereka dan perintahnya,
bangga dengan suatu yang menyelisihi perintahnya dan bangga dengan
pelecehan sunnahnya. Kita meminta kepada Allah ƒ¹agar terjaga dari
ketergelinciran dan memohon keselamatan dari amalan-amalan yang jelek.
Dari Abi Qilaabah dia telah berkata, “Jika kamu mengajak berbicara
kepada seseorang dengan sunnah, kemudian orang tersebut berkata,
¡§Tinggalkan ini dan berikan padaku Kitab Allah Subhannahu wa Ta’ala
(saja), maka ketahuilah bahwasanya dia adalah orang yang sesat.”
Berkata al-Imam asy-Syafi’i, “Kaum muslimin telah bersepakat, bahwa
barangsiapa yang telah jelas baginya sunnah Rasulullah Shalallaahu
alaihi wasalam , maka tidak halal baginya untuk meninggalkan sunnah
tersebut dikarenakan perkataan seseorang.¡¨
Berkata al-Imam al-Barbahari, “Apabila kamu mendengar seseorang
mencerca atsar atau menolak atsar atau menginginkan yang selain atsar,
maka ragukanlah dia tentang keislamannya, dan janganlah kamu ragu
bahwasanya dia adalah seorang pengikut hawa nafsu yang mubtadi’.
Disegerakan Balasan bagi Orang yang Melecehkan Sunnah
Diriwayatkan dari Salman bin Al Akwa, “Bahwasanya seseorang pernah
makan di sisi Rasulullah n dengan tangan kirinya. Maka beliau berkata,
“Makanlah dengan tangan kananmu.¡¨ Orang itu berkata, “Saya tidak bisa.
Maka beliau berkata, “Kamu tidak akan bisa, tidaklah ada yang
menghalangi orang tersebut (untuk makan dengan tangan kananya) melainkan
hanya kesombongan. Berkata Salman, “Maka orang tersebut pun (akhirnya)
tidak bisa mengangkat tangan kanannya ke mulutnya.
Berkata Abu Abdillah Muhammad bin Ismail at-Tamimi, ¡§Aku pernah
membaca di dalam sebagian kisah-kisah, bahwasanya pernah ada seorang
ahlul bid’ah tatkala mendengar sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam,
“Apabila salah seorang di antara kamu bangun dari tidurnya, maka
janganlah mencelupkan tangannya ke dalam bejana hingga dia mencucinya
terlebih dahulu, karena dia tidak tahu di mana tangannya bermalam.” Maka
ahlul bid’ah tersebut berkata dengan nada mengejek, “Aku mengetahui di
mana tanganku bermalam di atas tempat tidurku.¡¨ Maka ketika dia bangun
dia dapati tangannya telah masuk ke dalam duburnya sampai ke pergelangan
tangannya. Berkata at-Tamimi, “Hendaklah seseorang takut untuk
menganggap ringan terhadap sunnah-sunnah dan masalah-masalah yang
seharusnya tawaquf (diam). Maka hendaklah anda melihat terhadap apa yang
terjadi pada orang-orang tersebut akibat perbuatan jeleknya.
Sikap Kaum Salaf terhadap Penentang Sunnah
Dari Qatadah dia berkata, “Ibnu Sirin pernah mengatakan kepada
seorang tentang suatu hadits dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam
kemudian orang tersebut berkata, ¡§Si Fulan telah berkata demikian dan
demikian, maka Ibnu Sirin berkata, ¡§Aku mengatakan kepadamu dari Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam sedang engkau mengatakan si Fulan dan si
Fulan telah berkata demikian dan demikian, maka aku tidak akan berkata
kepadamu selamanya.¡¨
Berkata Abu as-Saaib, ¡§Kami pernah bersama Waki’ maka dia berkata
kepada seorang yang ada di sisinya, yang termasuk orang yang
berpandangan dengan akalnya, ¡§Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
telah melakukan isy’ar (menandai hewan sembelihan dengan sedikit melukai
kulitnya), dan berkata Abu Hanifah bahwa isy¡¦ar itu adalah memberi
tanda. Maka berkatalah orang tersebut bahwasanya telah diriwayatkan dari
Ibrahim an-Nakho’i, bahwa dia berkata, ¡§Al-isy’ar adalah menyakiti.¡¨
Berkata (Abu Saaib), ¡§Maka aku melihat Waki’ marah dengan sangat
marahnya dan berkata, ¡§Aku telah berkata kepadamu “Telah bersabda
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam sedang engkau berkata, “Telah
berkata Ibrahim” maka tidak ada yang menghalangi kamu agar kamu ini
dipenjara kemudian tidak dilepaskan sampai kamu menarik kembali
perkataanmu ini.¡¨
Dari Khordzad bin al-’Abid dia berkata, ¡§Abu Muawiyah adh-Dharir
meriwayatkan di sisi Harun ar-Rasyid tentang hadits, “Adam beradu
argumen dengan Musa.” Maka tiba-tiba berkata seorang dari bangsawan
Quraisy “Di mana Adam bertemu dengannya (Musa)¡¨. Maka Harun ar-Rasyid
pun marah dan berkata, ¡§Untuk perkataan (yang mengada-ada) adalah
pedang, dia seorang zindiq yang mencerca hadits.¡¨ Maka Abu Muawiyah
terus berusaha menenangkan beliau lalu berkata, ¡§Sabar wahai Amirul
Mu’minin, bahwa dia belum paham, sampai akhirnya beliau tenang.¡¨
Inilah nash-nash kitab dan sunnah tentang pengagungan Sunnah, serta
beginilah sikap para salafus sholih terhadap orang-orang yang menentang
sunnah. Kita lihat pada diri mereka terdapat kekuatan, keteguhan dan
ketegasan terhadap orang yang menampakkan sesuatu yang di dalamnya
terdapat penentangan terhadap sunnah.
Maka bandingkanlah sikap mereka terhadap orang-orang yang menentang
sunnah dengan sikap orang di masa ini tatkala melihat orang yang
menentang serta mengolok-olok Sunnah.
¡§Ya Rabb kami Janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada
kesesatan sesudah Engkau memberi petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah
kepada kami rahmat dari sisi Engkau, karena sesungguhnya Engkau Maha
Pemberi (karunia).
Jumat, 15 April 2016
Mengagungkan Sunnah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Write komentar